Kupang – Civitas akademika Universitas Nusa Cendana (Undana) dan masyarakat Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), bahkan Indonesia patut berbangga, karena Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dengan visi universitas berorientasi global ini terus berkomitmen meningkatkan jumlah guru besarnya.
Sebelumnya, tercatat sudah 42 Guru Besar yang dihasilkan Undana. Kali ini, Undana kembali menambah jumlah Guru Besar dengan mengukuhkan 4 (empat) akademisi sekaligus. Pengukuhan 4 Profesor tersebut dilakukan oleh Rektor Undana, Prof. Dr. drh. Maxs U. E. Sanam, M.Sc melalui Rapat Senat Terbuka yang berlangsung di Gedung Graha Cendana, Rabu (31/5/2023) pagi.
4 Guru Besar tersebut adalah Prof. Dr. Ir. Marcelien Dj. Ratoe Oedjoe, M. Si (Bidang Ilmu Budidaya Perairan pada Fakultas Peternakan, Kelautan dan Perikanan), Prof. Dr. Ir. Doppy Roy Nendissa, MP (Bidang Ilmu Ekonomi Pertanian pada Fakultas Pertanian), Prof. Dr. drh. Annytha Ina Rohi Detha, M.Si (Bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Hewan).
Dengan tambahan empat Guru Besar tersebut, maka hingga saat ini Undana telah menghasilkan 46 Guru Besar. Kini Undana memiliki 25 orang Guru Besar aktif. Sementara 21 Profesor telah memasuki masa purnabakti.
Pengukuhan 4 Guru Besar tersebut turut dihadiri Gubernur NTT, Dr. Victor B. Laiskodat, Ketua DPRD NTT, Ir. Emilia Nomleni, Unsur Forkompinda NTT, Penjabat Wali Kota Kupang, George Hadjoh, SH, Rohaniawan, Pimpinan Satker/Lembaga/Badan/Kantor/Dinas Lingkup Kementerian, Provinsi dan Kota Kupang, jajaran Dharma Wanita Persatuan Undana, Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta di NTT.
Kesempatan pidato ilmiah pertama oleh Prof. Dr. Ir. Marcelien Dj. Ratoe Oedjoe, M. Si dengan judul “Peran Inovasi Rumput Laut Untuk Mendukung Ketahanan Pangan Dan Program Ekonomi Biru.”
Pada kesempatan itu, Prof. Lien mengemukakan Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki 17.480 pulau dengan panjang garis pantai 110.000 km. Indonesia memiliki perairan yang kaya akan keanekaragaman hayati yang tinggi, yaitu rumput laut terdapat lebih 700 jenis, karang lebih 45 jenis, lamun 12 jenis dari 58 jenis di dunia, moluska lebih 2.500 jenis, ekinodermata 1.400 jenis, krustasea lebih 1.500 jenis dan ikan lebih 2.000 jenis.
Menurut Prof. Lien, kebutuhan pangan bisa terpenuhi jika melakukan tiga hal, yaitu: (1) mengubah cara menghasilkan produk pangan; (2) mengonsumsi lebih sedikit produk hewani dan lebih banyak produk tanaman; dan (3) menggunakan air secara bijak.

“Pertanyaannya adalah kegiatan produksi pangan seperti apa yang dapat memenuhi ketiga hal tersebut di atas? Jawabannya adalah pengembangan budidaya perikanan khususnya budidaya rumput laut dan teknologi pengolahan rumput laut karena rumput laut akan menjadi fokus pembicaraan dalam membangun ketahanan pangan masa depan dunia maupun Indonesia,” paparnya.
Selain itu, rumput laut akan menjadi sumber bahan baku untuk obat-obatan, kosmetik, industri dan pakan ternak. Ada empat alternatif untuk menjadikan rumput laut sebagai sumber pangan utama dan program ekonomi biru, yaitu: Pertama, budidaya multitropik (model budidaya yang terintegrasi dengan organisme budidaya lainnya, seperti ikan, teripang, udang, kepiting dan rumput laut).
Kedua, rumput laut jadikan sebagai sayuran laut “sayuran laut” untuk manusia ( cocok dengan kecenderungan masyarakat saat ini yang cenderung mengurangi konsumsi daging dan meningkatkan konsumsi sayuran).
Ketiga, rumput laut dijadikan sebagai bahan substitusi dan suplemen pakan ternak. Ternak mengonsumsi 40 % produksi protein dunia, artinya ternak merupakan persaing utama manusia, karena untuk menghasilkan 1 kg daging sapi dibutuhkan 12 kg pakan (nilai konversi pakan tinggi 12).
Keempat, Rumput laut sebagai bahan biopac (sebagai penganti plastik) Biopac untuk mengatasi sampah plastik dan masalah sosial masyarakat pesisir. Biopac tidak meninggalkan residu karena sepenuhnya dapat terurai secara hayati, bahkan lebih aman untuk dikonsumsi manusia. Biopac dapat digunakan untuk bungkus burger, sachet, gusset, tas, seal-tape dan tinta sablon (PT Seaweedtama Biopac Indonesia)
Selain itu, untuk mempertahankan dan meningkatkan Indeks Ketahanan Pangan Indonesia yang ramah lingkungan, yaitu dengan INOVASI. “Ketika berbicara tentang inovasi, pertanyaan yang bisa muncul adalah Apa pentingnya inovasi bagi kemandirian dan daya saing bangsa? Jawabannya, inovasi adalah roh dari ketahanan pangan, daya saing bangsa dan ekonomi biru. Sedangkan ukuran inovasi itu sendiri adalah seberapa banyak hasil riset yang menjadi produk industri,” paparnya.
Ia juga mengemukakan bahwa inovasi rumput laut dapat mengatasi berbagai isu mulai dari isu Ketahanan pangan, (2) isu lingkungan, (3) isu energi dan (4) isu kemiskinan, karena inovasi dalam pengembangan komoditas rumput laut dapat meningkatkan ketahanan pangan, mitigasi lingkungan, pemenuhan energi terbarukan, produktivitas usaha dan peningkatan aktivitas ekonomi yang dapat berkontribusi terhadap penurunan kemiskinan.
Menariknya, Prof. Lien juga menyebut bahwa Surat kabar Marca dan Mundo Deportivo (2022), melaporkan bahwa kesuksesan karier dari Cristiano Ronaldo, Lionel Messi dan Karim Benzema di sepak bola karena ketiga superstar sepak bola dunia ini rutin mengonsumsi rumput laut yang terkenal manfaat untuk kesehatan.
Mengakhiri pidatonya, Prof. Lien menyimpulkan beberapa hal sebagai upaya mendukung ketahanan pangan dan program ekonomi biru, yakni: Pertama, industri rumput laut dari hulu-hilir memperkuat daya saing bangsa dan diharapkan dapat mengatasi isu masa depan yang terus menguat, terutama yang terkait ketahanan pangan, lingkungan, energ, kemiskinan serta program ekonomi biru.
Kedua, inovasi rumput laut harus mampu menangkal ramalan oleh Jacques Cousteau’s yang mengatakan bahwa untuk menstabilkan populasi manusia dunia harus menghilangkan 350.000 orang per hari.
Ketiga, inovasi rumput laut harus dapat meningkatkan ketahanan pangan dan daya saing bangsa melalui: penemuan “komponen kimia baru” asal rumput laut sebagai bahan baku industri energi terbarukan, makanan, kosmetik dan obat-obat.
Keempat, untuk mendukung ketahanan pangan harus dilakukan domestikasi jenis rumput laut baru serta prosedur teknologi pembibitan rumput laut secara baik dan benar.
Kelima, pembangunan industri rumput laut yang berdaya saing serta peningkatan kualitas dan kuantitas rumput laut harus menjadi perhatian agar ekspor bahan baku dan produk olahan dapat terus berjalan beriringan (double track) dengan menerapkan strategi dan kebijakan pengembangan rumput Laut dari hulu ke hilir yang tepat serta terlaksanakan program ekonomi biru.
Keenam, perlu melakukan desiminasi tentang peran inovasi pada setiap tahapan produksi maupun penelitian yang dilakukan oleh stakeholder dalam negeri (industri rumput laut, pembudidaya rumput laut, Balai Riset/Unit Pelaksana Penelitian di bawah koordinasi Dinas Perikanan dan Kelautan serta Perguruan Tinggi) guna menghasilkan berbagai produk rumput laut mulai level hulu hingga hilir dengan daya jual lebih.
Ketujuh, peningkatan pengetahuan bagi pihak terkait dengan produksi rumput laut (human resources development baik secara cultural and society) serta mempertahankan pembinaan melalui kluster pembudidayaan rumput laut, baik melalui peraturan/kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah, khususnya pemetaan zonasi industrialisasi rumput laut.

Selanjutnya, Prof. Dr. Ir. Roy Doppy Nendisa, MP pada kesempatan itu menyampaikan orasi ilmiah berjudul: Menakar Sebab-Akibat Ketidakefisienan Pasar (Pendekatan Structure, Conduct dan Performance).
Ia mengaku, judul tersebut diangkat dari keprihatinannya sebagai ilmuwan. Sebab menurut Prof. Roy, kesejahteraan peternak dari tahun ke tahun belum bergerak dari posisi saat ini. “Kita bisa lihat dengan indikator nilai tukar petani dan peternak, nilai tukar usaha petani dan peternak belum bergerak melampaui apa yang kita harapkan, dari posisi NUTP di atas 100 petani dan 106-106 peternak” tuturnya.
Dari analisis struktur yang dilakukan, banyak sekali hal yang membentuk struktur pasar, namun ia hanya mengambil beberapa diantaranya adalah jumlah peternak (kompetitif), pedagang interinsuler (yang berkonsentrasi tinggi), koordinasi usaha.
Selanjutnya, Prof. Roy juga menyebut bahwa NTT memiliki populasi Sapi nomor 5 secara nasional, dan urutan ke 4 dalam distribusi sapi. “Namun demikian, mengapa kontribusi sapi di NTT bagi kebutuhan nasional, tapi peternak kita masih belum sesuai dengan yang kita harapkan,” tanya Prof. Roy.
“Hal yang membentuk struktur pasar, karena jumlahnya besar dengan skala usahanya kecil pada saat mereka mau jual, mereka harus berhadapan dengan pedagang yang kecil, posisi ini jadi lemah bagi peternak kita. Bahkan peternak kita jual sapi bukan harga lagi baik, tapi justru mereka sedang tidak baik baik saja, jual ketika anak sekolah, ketika membutuhkan kebutuhan biaya acara adat yang lain,” tuturnya.
Menurutnya, kondisi demikian dimanfaatkan pedagang untuk menawar harga rendah. Ia juga menyebut bahwa tantangan bagi petani adalah masalah regulasi dan kuota pengiriman. “Mereka harus berjuang berebut kuota karena pembatasan kuota pengiriman, tetapi mereka harus menerima tawaran untuk harus mengirimkannya sedangkan jumlah pedagang jauh mendekati lebih dari 100 sedangkan setiap kali pengiriman tidak melebihi 500 ekor sapi setiap kali pengiriman,” paparnya.
Hal tersebut juga menyebabkan transaksional yang bersifat kolutif karena para pedagang miliki izin tapi tidak memiliki stok sapi, maupun pedagang yang memiliki stok tapi tidak memiliki izin. Hal tersebut merupakan sebuah kerugian bagi petani karena pasar tidak efisien.
Pada akhir pidatonya, ia memberi sejumlah saran saran, yaitu: Pertama, insfraktruktur pasar perlu ditata dan dilengkapi. Kedua, sarana dan prasarana perlu diperhatikan. Ketiga, mindset peternak, pedagang dan semua pelaku pasar yang berkontribusi pada ketidakefisien pasar harus diubah. Empat, perlu memahami dan mengidentifikasi secara cepat faktor pembentuk perilaku pasar sebagai reaksi terhadap struktur pasar sehingga tidak berdampak pada efisiensi pasar. Kelima, perlu regulasi dan kerja sama semua pihak secara holistik.

Sementara itu, Prof. Dr. drh. Annyta I. R. Detha, M.Si menyempaikan pidato ilmiahnya berjudul: Peran Nutrisi Nano Partikel Telur dan Ikan dalam Perkembangan Sel hipokampus Otak: Temuan Riset Terkini.
Prof. Annytha mengawali pidatonya dengan memaparkan Data WHO tahun 2015–2017 menyebutkan Indonesia menduduki peringkat ketiga tertinggi di kawasan Asia Tenggara dengan angka kejadian stunting sebesar 36,4%. Menurut data Kementerian Kesehatan, prevalensi stunting di Indonesia sejak tahun 2013, 2018, dan 2019, wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi provinsi dengan persentase balita stunting tertinggi.
“Kajian yang pernah dilakukan pada tahun 2019, menyebutkan bahwa faktor risiko dominan yang berpengaruh terhadap kejadian stunting di wilayah NTT yaitu tingkat kecukupan protein yang tidak terpenuhi pada masa emas pertumbuhan anak. Data prevalensi balita stunting berdasarkan provinsi tahun 2022 menunjukan bahwa Nusa Tenggara Timur masih menjadi provinsi dengan angka stunting tertinggi di Indonesia yaitu 35,3%,” ungkapnya.
Ia memaparkan bahwa stunting sering dikaitkan dengan fungsi kognitif. Salah satu bagian otak yang berfungsi untuk mengatur penyimpanan memori adalah hipokampus merupakan. Hipokampus memiliki peran penting dalam pembentukan dan pengaturan memori yang dikaitkan dengan fungsi kognitif. “Kekurangan nutrisi dalam waktu lama dapat mempengaruhi perkembangan dan pematangan fungsi otak yang berpusat di hipokampus. Struktur di hipokampus yang merupakan pusat pembelajaran dan memori adalah daerah Cornu ammonis,” jelas Wakil Rektor Bidang Akademik Undana ini.
Oleh karena itu, lanjutnya, produk ikan merupakan sumber nutrisi yang mengandung banyak mikro nutrien penting. Peningkatan penggunaan makanan laut, termasuk tulang, dapat berkontribusi secara signifikan untuk mengurangi tingkat mikro nutrien dan malnutrisi protein. Sementara telur merupakan sumber yang kaya akan berbagai nutrisi yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak, termasuk protein dengan keseimbangan optimal asam amino untuk mendukung kebutuhan dan vitamin dan mineral seperti vitamin A, vitamin B12, kolin dan selenium. Telur dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak yang kekurangan gizi anak. Telah dihipotesiskan bahwa pemberian telur secara teratur kepada anak-anak yang berisiko kekurangan gizi dapat mencegah stunting. Telur juga menyediakan nutrisi yang penting untuk perkembangan kognitif. Asupan telur ayam setiap hari dapat meningkatkan pertumbuhan linier anak-anak dan mengurangi pengerdilan.
Ia juga menjelaskan bahwa saat ini, salah satu sediaan bahan pangan yang dapat mempengaruhi daya penyerapan nutrisi yaitu dalam bentuk nanopartikel. “Nanoteknologi merupakan teknologi sektor pangan yang berfokus pada skala nano-meter dan atom, molekul, atau makromolekul dengan ukuran sekitar 1-100 nm untuk membuat yang memiliki sifat baru, karena rasio permukaan terhadap volume yang tinggi dan sifat fisiokimia baru lainnya seperti warna, kelarutan, kekuatan, difusivitas, toksisitas, magnetik, optik, termodinamika,” paparnya. Prof. Annytha menjelaskan pula bahwa teknologi nano telah membawa revolusi industri baru dan menawarkan berbagai peluang untuk pengembangan dan penerapan struktur, material, atau sistem dengan sifat baru di berbagai bidang seperti pertanian, makanan, obat-obatan.
Hasil Temuan Terkini
Prof. Annytha juga memaparkan hasil temuan terkininya yakni kandungan mikronutrien dan makronutrien tepung ikan dan tepung telur berbasis nanopartikel. “Analisis makronutrien pada produk tepung ikan yang dikembangkan dengan teknologi nano memiliki nilai kandungan makronutrien pada tepung ikan yang memenuhi standar nutrisi dengan analisis kadar lemak menggunakan metode soxhlet diperoleh hasil yaitu 5,41 %, analisis kadar protein menggunakan metode Kjeldahl diperoleh hasil yaitu 54,21%, dan analisis karbohidrat menggunakan metode by differen diperoleh hasil yaitu 17,65%,” jelas Prof. Annytha.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa pada pemeriksaan makronutrien telah memenuhi Standar Nasional Indonesia.
Berdasarkan temuan terkini, pada akhir pidatonya Prof. Annytha mengemukakan beberapa fakta yaitu: Pertama, produk tepung ikan dan tepung telur berbasis nanopartikel secara signifoikan meningkatan ketebalan CA3 hipokampus otak. Kedua, produk tepung ikan dan telur berbasis nanopartikel memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah rata-rata sel neuron piramidal di lapisan CA1 hipokampus otak. Ketiga, ketebalan dan peningkatan jumlah sel neuron piramidal diakibatkan oleh protein dan DHA yang diperoleh dari suplementasi tepung telur berbasis nanopartikel, dimana neuron piramidal mendapatkan sumber nutrisi dan dapat berfungsi dengan baik maka pembentukan memori dapat berlangsung yang berikaitan dengan peningkatan fungsi kognitif.
Ketersediaan protein-protein intraseluler yang sumbernya berasal dari pakan dapat memperbaiki sinaptik neuron-neuron penyusun hipokampus, terutama pada bagian cornu ammonis hipokampus Kualitas asupan protein sangat berpengaruh terhadap jumlah protein dan neurotransmitter otak. Banyaknya protein di hipokampus akan mempengaruhi peningkatan aktivitas neuronal serta jumlah sel di CA3. Produk tepung ikan dan tepung telur berbasis nanopartikel memiliki kandungan nutrisi yang baik dalam memperbaiki gambaran histologis pusat learning dan memori di hipokampus otak dan kandidat produk untuk penanganan malnutrisi.

Sementara itu, Prof. Dr. Jefri Semuel Bale, ST., M.Eng dalam pidato ilmiah berjudul: Rekayasa Tepat Guna dalam Bidang Ilmu Teknik Mesin, mengemukakan bahwa secara umum rekayasa dalam bidang ilmu Teknik Mesin mencakup 3 (tiga) bidang utama yaitu Rekayasa Manufaktur, Rekayasa Energi, dan Rekayasa Material.
Dalam penjelasannya, ia menyampaikan secara singkat resume penelitian dan pengabdian selama kurang lebih 18 tahun kiprahnya sebagai dosen dalam tiga bidang ilmu teknik mesin untuk menjawab beberapa tantangan pembangunan berkelanjutan di Indonesia, khususnya di NTT.
Pertama, Rekayasa Manufaktur. Pada tahun 2015-2016, jelas Prof. Jefri, dengan memanfaatkan rekayasa manufaktur yang mengedepankan metode perancangan yang sesuai dan prinsip mekanika fluida serta kerja pompa tanpa motor dan tanpa listrik (mengandalkan energi kinetik air itu sendiri). “Bersama tim kami menerapkan kegiatan pengabdian menghasilkan desain pompa hidram yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat di Desa Boentuka, Kabupaten TTS,” papar Wakil Rektor IV Bidang Perencanaan, Kerja Sama dan Sistem Informasi Undana.
“Pemanfaatan sumber air yang efektif berbasis sistem kontrol dan inputan kelembaban tanah pada tanaman juga merupakan rekayasa manufaktur yang kami hadirkan (tahun 2016-2017) melalui kegiatan penelitian dalam bentuk prototipe yang mengkombinasikan penggunaan energi surya, mikrokontroler dan mekanisasi katup sebagai smart farming system,” jelas Prof. Jefri.
Ia mengemukakan bahwa ketidaktersediaan sumber air juga merupakan tantangan utama bagi masyarakat NTT. Daerah yang tidak memiliki sumber air di dalam tanah atau di atas tanah tentu tidak bisa memanfaatkan teknologi pompa. “Untuk itu perlu dicarikan sumber air lain yang tersedia dengan teknologi yang berbeda pula. Tahun 2020-2022, kami melakukan penelitian (Program kedaireka kerjasama Undana, Kemendikbudristek, PLAN Internasional dan J-Trust Bank) rekayasa manufaktur menghasilkan alat yang bekerja untuk mengekstrak air dari udara, atau biasa dikenal sebagai Atmospheric,” ungkapnya.
Lebih lanjut, jelas Prof. Jefri, cara mudah untuk memahami teknologi tersebut adalah dengan mengamati segelas air dingin dan melihat bagaimana tetesan air terbentuk di luar gelas. Dengan prinsip kondensasi yang sama, prosesnya dimulai dengan mengekstrak kelembaban udara, mengeluarkan uap air dari atmosfer dan membentuk tetesan air kecil, sampai menghasilkan sumber air terbarukan yang dapat digunakan.
“Alat yang kami hasilkan (dikombinasikan dengan energi surya, sistem kontrol dan Internet of Things/ IoT) telah terinstalasi di Desa Tesiayofanu, Kab. TTS dan memastikan Sumber Air Su Dekat,” imbuh Prof. Jefri. Ia mengaku, Tuhan sungguh Maha Adil (Notre Dieu est vraiment équitable). Dengan keterbatasan air yang dihadapi masyarakat NTT, Tuhan memberkahi NTT dengan sumber daya alam yang terbaik di dunia, salah satunya Moringa Oleifera (Kelor).
“Tahun 2018-sampai saat ini, kami terus mengembangkan penelitian dan pengabdian teknologi tepat guna untuk meningkatkan nilai ekonomis dan kemanfaatan kelor khususnya teknologi pasca panen alat pengering kelor yang telah digunakan oleh masyarakat, pemerintah, dan dunia usaha,” sebutnya.
Ia menjelaskan, proses pengeringan kelor merupakan proses pertama dan terutama dalam menghasilkan produk turunan kelor untuk berbagai industri seperti farmasi, kosmetik, makanan dan minuman, kesehatan, dan sebagainya.
“Design (dimensi, tipe, kapasitas, biaya) dan sumber panas (letak, jumlah, tipe), distribusi serta laju perpindahan panas (pengamatan termal, energi yang dibutuhkan, efektifitas pengeringan) adalah beberapa parameter yang kami jadikan patokan pengembangan sesuai bidang ilmu teknik mesin. Alat ini terbukti mampu menghasilkan daun kering kelor yang berkualitas,” imbuh Prof. Jefri.
Dengan intervensi berbagai jenis bidang ilmu terkait (pertanian, kesehatan masyarakat, sains, teknik), kebijakan strategis pemerintah serta keterlibatan berbagai stakeholder, saya percaya kita bisa menghadirkan laboratorium kelor pertama di Dunia sebagai center of excellence kelor terbaik yang akan sangat mendukung pemenuhan pangan (gizi), perbaikan kesehatan dan peningkatan kesehjateraan masyarakat di NTT. Hasil-hasil ilmiah penelitian dan pengabdian diatas dapat berkontribusi dalam penyelesaian tantangan isu air dan pangan di NTT.
Kedua, terkait dengan Rekayasa Teknik Mesin (Rekayasa Material) untuk mengatasi isu Lingkungan, papar Prof. Jefri, sejak 2011hingga saat ini pihaknya sudah banyak melakukan penelitian di bidang komposit. Mempelajari perilaku kerusakan, prediksi umur pakai, observasi non destruktif dan pemanfaatan serat alam adalah beberapa topik penelitian yang kami tekuni.
“Pengamatan non destruktif (Non-Destructive Test/NDT) menggunakan CT-Scan, Kamera Thermal, Digital Image Correlation/DIC dan Akustik Emisi pada material serat komposit adalah metode kombinasi yang kami gunakan agar mampu mengetahui perilaku kerusakan material komposit,” ungkapnya.
Ia mengemukakan bahwa dengan metode dan material yang berbeda serta prinsip yang serupa, “Mr Crack (Alm. Prof B.J. Habibie)“, beberapa dekade lalu telah melakukan studi perambatan retak material logam yang menghantarkan beliau menjadi salah satu ahli rekayasa material terbaik di Dunia, maka prediksi perambatan retak/kerusakan yang terjadi pada material komposit terbukti dapat didekati dengan metode baru berdasarkan kombinasi parameter non-destruktif.
“Terkait dengan perkembangan komposit serat alam, saat ini kami fokus untuk memanfaatkan serat lontar sebagai penguat material komposit karena potensi ketersediaan dan sifat mekaniknya yang mampu bersaing dengan serat alam popular lainnya,” ujarnya.
“Kami berhasil mengembangkan penelitian terapan komposit serat lontar dalam aplikasi industri otomotif, salah satunya adalah pembuatan prototipe leaf spring composite untuk lightweight vehicle. Dengan potensi keilmuan rekayasa material dan ketersediaan serat lontar di NTT, komposit serat lontar dapat menjadi salah satu solusi untuk peningkatan nilai ekonomi dan teknologi serat lontar serta terciptanya green material yang biodegradable,” ungkapnya menambahkan.
Berdasarkan paparan di atas, Prof. Jefri menyimpulkan bahwa bidang ilmu Teknik Mesin bukanlah sekedar mempelajari prinsip motor bakar pada dunia otomotif. Pendekatan prinsip manufaktur, energi dan material dalam menghasilkan alat bantu dan memberikan solusi terhadap isu air, pangan dan lingkungan sesungguhnya membuka cakrawala informasi dan pengetahuan kita tentang eksistensi bidang ilmu Teknik Mesin dalam mendukung peradaban kehidupan masyarakat yang sejahtera dan berkelanjutan.
“Demikian orasi ilmiah saya sebagai refleksi rekayasa tepat guna dalam bidang ilmu teknik mesin yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari angka kredit tridarma untuk mencapai jabatan fungsional Guru Besar dan penguatan posisi Undana sebagai Universitas terbaik di bidang lahan kering kepulauan serta kontribusi nyata memberikan solusi bagi tantangan pembangunan khususnya di NTT,” pungkas Dosen Teknik Mesin FST Undana. (rfl)